Mitigasi Bencana Puting Beliung, Belajar Dari Kejadian Bandung-Sumedang

25 Februari 2024 07:39 WIB
Polish_20240225_013116430

**Bandung, anomali.id** – Fenomena puting beliung mengejutkan warga di perbatasan Bandung dan Sumedang pada Rabu (21/2/2024) sore. Angin kencang berputar membesar menerjang apa saja dan menerbangkannya ke udara.

Meskipun banyak keluarga dan bangunan yang terdampak, warga tetap antusias membicarakan kehebohan yang terekam ramai di media sosial itu. Sebagian menyebut kejadian ini adalah tornado, meski fenomena itu sangat langka di Indonesia, apalagi di Jawa Barat.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung Teguh Rahayu memastikan fenomena alam ini bukan tornado melainkan puting beliung. Pihaknya mencatat kecepatan angin saat itu adalah 36,8 km/j.

baca juga : Netanyahu Israel Ungkap Rencana Pasca Perang Gaza Meski Ditolak

“Tornado berasal dari perairan dan terdeteksi dari radar. Adapun puting beliung berasal dari awan kumulonimbus,” terang Teguh.

Pembentukan awan ini biasanya menjadi gejala awal terjadinya puting beliung. Awan akan berwarna pekat dan berbentuk seperti kol. Gejala lainnya adalah udara terasa panas dan gerah serta ranting pohon dan dedaunan bergerak cepat karena tertiup angin kencang.

Namun, tidak semua awan jenis ini menimbulkan puting beliung. Di luar perdebatan itu, puting beliung tetap harus diwaspadai, apalagi ini bukan yang pertama terjadi di kawasan tersebut.

Pada tahun 2019, misalnya, puting beliung merusak 200 rumah di Kompleks Rancaekek Permai 2, Kampung Jatisari, Kampung Papanggungan, dan Kampung Babakan Linggar Jati Baru di Kecamatan Rancaekek. Saat itu, peristiwanya juga terjadi tiba-tiba.

baca juga : Kartika Putri Ungkap Penyakit Misterius yang Dideritanya: Autoimun

Memprediksi dan Mitigasi Puting Beliung

Meramal alam memang bukan perkara mudah. Saat ini belum ada teknologi yang bisa mendeteksi kapan dan seberapa besar puting beliung akan terjadi.

Namun, setidaknya ada tiga tanda terbentuknya puting beliung:

Awan gelap muncul
Petir
Angin kencang
Namun, tanda-tanda tersebut belum bisa mendeteksi kapan bencana ini datang. Puting beliung merupakan fenomena atmosfer lokal dengan skala ruang sempit dan waktu singkat.

Untuk memantau puting beliung, diperlukan radar sangat sensitif yang memiliki ketepatan dalam mendeteksi posisi spasial terhadap penumpukan uap air dan pergerakan awan.

Di tengah segala tantangan itu, bukan berarti puting beliung tidak bisa dimitigasi. Muncul akibat dampak perubahan iklim, puting beliung diyakini bisa diminimalkan kemunculannya apabila manusia berpihak pada alam.

Profesor riset astronomi dan astrofisika BRIN Thomas Jamaluddin mengatakan puting beliung sedikit banyak bersinggungan dengan fenomena pulau panas perkotaan atau urban heat island.

Fenomena ini terkait peningkatan suhu perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Alih fungsi lahan hingga kehadiran lahan terbuka menjadi beberapa pemicunya.

Selain keberpihakan pada alam, daya adaptasi bisa dilengkapi dengan pengetahuan mitigasi saat puting beliung terjadi.

Berdasarkan buku saku “Tanggap Tangguh Menghadapi Bencana” oleh BNPB, panik bukan pilihan yang tepat. Meski dalam kondisi ketakutan, sebaiknya tidak panik dan tetap tenang menghadapi bencana apapun termasuk puting beliung.

Dalam buku saku disebut jika terasa petir akan menyambar, segera membungkuk, duduk, dan peluk lutut ke dada. Jangan tiarap di atas tanah.

Selain itu, warga harus menghindari bangunan tinggi, tiang listrik, dan papan reklame. Apabila hendak masuk bangunan, harus dipilih yang kokoh. Jangan lupa matikan semua aliran listrik dan peralatan elektronik apabila itu bisa dilakukan.

Dengan pengetahuan mitigasi dan kesigapan masyarakat, risiko menjadi korban puting beliung kemungkinan dapat ditekan..

2 thoughts on “Mitigasi Bencana Puting Beliung, Belajar Dari Kejadian Bandung-Sumedang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4232508926941629218

Latest News

12848135643216883582
5003596313931723273