2024 Banjir Terparah Jawa Tengah

20 April 2024 09:15 WIB
Polish_20240420_090705057

Anomali.id – Sejak awal Februari, gelombang banjir menghantam sejumlah kabupaten di Jawa Tengah. Dari Semarang hingga Kudus, banjir menjalar, bahkan mencapai ketinggian mencapai 1,5 meter. Kabupaten Demak menjadi pusat perhatian karena menjadi lokasi terparah, dengan lebih dari 126 desa terendam dan 127.000 jiwa terdampak.

Banjir yang berkepanjangan membuat Pemerintah Kabupaten Demak menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari sejak akhir Februari. Kondisi cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi menyebabkan bencana ini menjadi yang terburuk dalam sejarah.

Baca juga: Perubahan Cuaca Ekstrem: Dampak El Nino dan La Nina Bidang Pertanian di Indonesia

Wilayah Demak dan sekitarnya, khususnya di pesisir utara Jawa, mengalami penurunan permukaan tanah yang menjadi penyebab utama banjir tahunan. Desa Sayung menjadi contoh nyata dengan penurunan tanah yang cepat, bahkan beberapa kawasan sudah tenggelam sejak 2017.

Warga pesisir berjuang untuk bertahan dengan meninggikan bangunan rumah mereka menjadi rumah panggung. Meskipun lahan pertanian yang dulunya menjadi sumber mata pencaharian telah hilang, mereka tetap beradaptasi dengan kenyataan hidup berdampingan dengan laut.

Dukungan dan bantuan dari pemerintah dan lembaga terkait sangat dibutuhkan untuk membantu warga yang terdampak banjir ini memulihkan kehidupan mereka. Semoga langkah-langkah preventif dapat diambil untuk mengurangi dampak banjir di masa depan dan melindungi warga dari bencana yang serupa.

Pesisir Demak Terancam Tenggelam Akibat Abrasi: Warga Berjuang Bertahan

Di masa lalu, pesisir Demak merupakan tempat yang ramai, terutama bagi anak-anak yang bermain setelah sekolah. Namun, sekarang pemandangannya berubah drastis. Kawasan yang dulu ramai kini sudah tenggelam akibat abrasi. Tempat yang dulunya menjadi area bermain anak-anak kini hanya tinggal kenangan.

Banyak bangunan dan infrastruktur yang dulunya ada di sini kini tenggelam atau tidak dapat digunakan lagi. Jalan-jalan yang dulu terpasang sudah terkikis, membuat akses menuju ke tempat ini menjadi sulit.

Warga pesisir berjuang untuk bertahan dengan meninggikan bangunan rumah mereka. Meskipun rumah-rumah mereka kini terlihat tidak nyaman dan sulit dihuni, mereka tetap bertahan untuk tidak meninggalkan kampung halaman mereka.

Munawar, salah seorang warga, sudah tiga kali meninggikan rumahnya dalam beberapa tahun terakhir. Namun, meskipun usaha tersebut dilakukan, kondisi rumahnya tetap tidak nyaman untuk dihuni. Bahkan, untuk sekadar berdiri tegak saja menjadi sulit dilakukan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan banjir rob yang semakin tinggi setiap tahunnya. Meskipun demikian, sebagian warga masih memilih untuk bertahan meskipun harus berhadapan dengan ancaman banjir dan abrasi.

Wilayah pesisir Demak mengalami penurunan permukaan tanah antara 10 hingga 12 cm setiap tahunnya, menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup mereka. Pertanyaannya kini, apakah pesisir Demak bisa diselamatkan atau justru akan hilang tergerus oleh abrasi?

Warga, seperti Munawar, merasakan sendiri dampaknya. Setiap lima tahun, dia harus memperbaiki dan meninggikan rumahnya sekitar 1 meter untuk bertahan dari naiknya permukaan laut. Tantangan besar menghadang, namun semangat bertahan warga pesisir Demak patut diapresiasi.

Bagi sebagian masyarakat pesisir di Kabupaten Demak, perbedaan antara pasrah menerima nasib dan hidup dalam kemiskinan hanya tipis. Tempat tinggal satu-satunya yang mereka miliki, seperti yang dialami oleh warga Desa Timbul Sloko, kini menjadi pulau terapung akibat abrasi pantai yang terus menggerus daratan.

Meskipun bangunan rumah mereka terlihat seperti rumah tapak biasa, namun kenyataannya mereka telah kehilangan akses jalan di pemukiman mereka. Perahu menjadi satu-satunya transportasi yang mereka miliki untuk mengakses ke sana-sini.

Dalam rentang waktu 10 tahun, sebagian wilayah Desa Timbul Sloko telah tenggelam dan berubah menjadi lautan. Rumah-rumah warga hancur dan terendam air garam, meskipun dulunya kawasan pemukiman ini berjarak 6 km dari garis pantai.

Warga yang dulunya bekerja sebagai petani kini beralih profesi menjadi nelayan pencari udang. Mereka harus beradaptasi dengan kondisi baru yang menuntut mereka untuk bertahan hidup dengan meninggikan rumah mereka setiap beberapa tahun sekali.

Perumahan Raden Patah di Desa Serwulan juga mengalami nasib serupa. Lebih dari separuh warganya telah meninggalkan rumah mereka yang kini rusak parah akibat banjir rob yang terus terjadi. Akses jalan di pemukiman ini juga sudah tidak dapat digunakan lagi, membuat sebagian besar warga terisolasi.

Nis, salah seorang warga, telah meninggikan rumahnya sejak tahun 2017 namun lantainya masih terendam air saat laut pasang. Meskipun telah berusaha keras untuk bertahan, banyak warga yang akhirnya terpaksa meninggalkan rumah mereka yang rusak parah.

Penurunan tanah di Kabupaten Demak telah terjadi sejak tahun 1970-an, namun belum ada kebijakan yang nyata untuk mengatasi masalah ini. Pembangunan infrastruktur dan industri yang serampangan turut mempercepat laju penurunan tanah di pesisir Demak.

Baca juga: Dampak Ketegangan di Timur Tengah Terhadap Indonesia

Warga berharap adanya solusi yang lebih baik untuk mengatasi ancaman abrasi dan banjir rob yang terus mengancam kehidupan mereka. Pembangunan tanggul laut menjadi salah satu solusi yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Demak, meskipun tantangannya tetap besar.

Perlu adanya kebijakan dan aksi nyata untuk mencegah laju penurunan tanah di daerah pesisir. Tanpa langkah preventif yang tepat, warga pesisir Demak mungkin akan menghadapi nasib yang sama dengan kota Atlantis yang hilang dalam legenda. Jangan ketinggalan anomali terbaru! Ikuti update berita terkini di anomali.id ! Dapatkan informasi terpercaya dan terbaru setiap hari.

2 thoughts on “2024 Banjir Terparah Jawa Tengah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4232508926941629218

Latest News

12848135643216883582
5003596313931723273