Mesir Terpaksa Jual Kota Baru Demi Lunasi Hutang

21 April 2024 17:06 WIB
Ras Al Hikma

Anomali.id – Mesir, seperti Indonesia, juga tengah merintis pembangunan ibu kota baru. Namun, perbedaannya terletak pada keterpurukan keuangan Mesir yang kini terjerat dalam membiayai proyek tersebut. Kesulitan ini bahkan mempengaruhi kemampuan Mesir untuk melunasi hutang luar negerinya.

Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, mengambil langkah nekat dengan menjual sebuah kota yang dikenal memiliki pantai terindah di Mesir kepada Uni Emirat Arab. Meskipun langkah ini berhasil memecahkan masalah hutang yang menumpuk, namun menyulut kemarahan penduduk Mesir.

Baca juga: Max Verstappen Dominasi Grand Prix Shanghai China, Fernando Alonso Tampil Gemilang

Dengan lebih dari 114 juta penduduk, Mesir kini berjuang dalam krisis ekonomi parah yang ditandai dengan tingginya inflasi dan kekurangan mata uang asing selama dua tahun terakhir. Kekurangan dolar yang serius membuat impor barang dari luar negeri sulit dilakukan. Pelabuhan dipenuhi dengan barang-barang yang tidak bisa diproses, mengakibatkan dampak buruk pada industri dalam negeri dan lonjakan harga bahan makanan pokok yang drastis.

Bagi masyarakat Mesir, krisis ini juga membuat pembayaran hutang luar negeri menjadi lebih berat. Kenaikan suku bunga dan pelemahan mata uang hanya memperparah situasi, dengan biaya pembayaran hutang yang semakin meningkat. Pada Juni 2023, lebih dari 45% seluruh pendapatan negara telah terkuras untuk membayar bunga hutang.

Dampaknya sangat terasa di kalangan masyarakat, dengan jumlah penduduk miskin yang semakin bertambah. Data resmi dari RS mengklasifikasikan sekitar 30% populasi sebagai kelompok miskin sebelum pandemi Covid-19 melanda, dan analis meyakini angka tersebut telah meningkat sejak saat itu.

Tidak dapat disangkal bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur yang besar-besaran, termasuk proyek seperti pembangunan ibu kota baru senilai 58 miliar dolar, telah menguras sumber daya keuangan Mesir. Meskipun memberikan harapan akan pertumbuhan ekonomi, namun pada saat yang sama, menambah beban hutang yang harus dilunasi.

Krisis Ekonomi Mesir: Dari Revolusi Hingga Penjualan Kota Indah

Langkah-langkah menuju kehancuran ekonomi Mesir telah terlihat sejak revolusi tahun 2011 yang mengguncang negara itu. Pendapatan dari Terusan Suez pun turun drastis akibat perang di Gaza, memaksa banyak perusahaan pelayaran untuk mengubah rute kapal mereka menjauhi konflik, mengarah ke sekitar Tanjung Harapan.

Pemerintah Mesir berusaha mencari solusi dengan mengajukan kesepakatan dengan IMF mulai tahun 2016 hingga 2020 untuk meredam dampak Covid-19 dari deretan utang yang menumpuk. Mesir pun menjadi negara terbesar kedua yang berhutang kepada IMF, dengan hutang mencapai 11,2 miliar dolar atau sekitar Rp Rp. 179,200 triliun per April 2024 menurut laporan IMF.

Jumlah itu hanya sebagian kecil dari total hutang Mesir, yang pada akhir 2023 mencapai 168 miliar dolar atau sekitar Rp. 2.688 triliun. Rasio utang terhadap PDB pun melebihi 90%, menggambarkan betapa beratnya beban hutang tersebut bagi Mesir.

Karena itu, pemerintah Mesir melahirkan ide ‘gila’ dengan menjual ibu kota baru Ras El Hikma yang memiliki air biru kehijauan yang bersih dan pantai berpasir putih yang menawan di sepanjang Laut Mediterania. Meskipun belum menjadi sebuah kota saat ini, Ras El Hikma direncanakan akan menjadi kota modern lengkap dengan kawasan pemukiman, pusat wisata, sekolah, universitas, dan kawasan industri. Rencana pengembangan juga meliputi kawasan keuangan dan bisnis serta pembangunan pelabuhan dan bandara.

Perjanjian Mega: Mesir dan Uni Emirat Arab Teken Kesepakatan 35 Miliar Dolar

Pada akhir Februari, pemerintah Mesir dan Uni Emirat Arab meraih tanda tangan emas dengan perjanjian kerja sama senilai 35 miliar dolar untuk mengembangkan wilayah Ras Elhkmah seluas 406 kilometer persegi, hampir sama luasnya dengan kota Palembang. Pihak berwenang di Mesir bersorak gembira, menyebut kesepakatan ini sebagai investasi asing langsung terbesar dalam sejarah Mesir, yang menjadi modal besar untuk masa depan dan potensi penghasilan besar.

Perdana Menteri Mustafa Matboli optimis proyek ini akan menarik investasi sebesar minimal 150 miliar dolar selama tahap pengerjaan. Namun, reaksi masyarakat Mesir jauh dari bahagia. Sebaliknya, mereka murka dengan penjualan proyek kota ke Uni Emirat Arab.

Hisham Sabri, mantan pejabat keamanan yang kini menjadi kritikus, menyebut kota baru Ras El Hikma sebagai surga dunia, sambil mengecam Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, dengan berkata, “Siapa yang memberikan hak kepada Abdel Fattah al-Sisi untuk menjual Ras El Hikma? Apakah itu warisan ibunya atau warisan ayahnya?” Kemarahan ini wajar, meskipun demi membayar utang, namun lebih bijaksana jika proyek tersebut dikembangkan oleh pengembang Mesir, sehingga keuntungannya tetap berada di dalam negeri.

Meskipun demikian, kota sudah terlanjur dijual, dengan sebagian besar dana berasal dari simpanan tunai Uni Emirat Arab di bank sentral Mesir. Sementara sisanya diharapkan tiba dalam waktu dua bulan mendatang.

Dana Segar dari Penjualan Kota Baru Ras El Hikma: Mesir Bernapas Lega

Menurut pejabat Mesir, dampaknya terasa seketika setelah pencairan dana tahap pertama dari bank sentral. Posisi keuangan Mesir membaik dengan penjualan tersebut, yang juga mempermudah Mesir untuk memenuhi persyaratan IMF. Tak disangka, pada awal Maret 2024, IMF setuju memberikan dana talangan sebesar 8 miliar dolar untuk menstabilkan perekonomian Mesir.

Namun, pertanyaan yang terus menghantui penduduk Mesir setelah penjualan Ras El Hikma adalah: Apakah akan ada Ras El Hikma berikutnya? Mengingat Mesir sangat membutuhkan mata uang asing dan menghadapi utang luar negeri yang besar. Dilansir dari Middle East Monitor, Mesir sedang merencanakan untuk mengembangkan Ras Gamila, hamparan pantai kosong di dekat resor Sharm.

Baca juga: Mengungkap Kasus Korupsi Pengelolaan Timah

Mesir bersiap untuk menawarkan tanah tersebut ke Arab Saudi. Meskipun juru bicara Kementerian Perusahaan Umum, Abdant, menyatakan belum ada negosiasi untuk Ras Gamila, namun Arab Saudi sebelumnya telah mengungkapkan rencana Mesir untuk membangun wilayah luas di Sinai Selatan, untuk melengkapi kota besar dan zona bisnis “Neom” yang sedang dibangun Saudi di seberang Selat Tiran.

Jika Mesir tidak segera menemukan solusi untuk membayar hutang selain menjual tanahnya ke negara lain, maka penjualan tersebut hanyalah solusi jangka pendek. Mungkin, lama-kelamaan, Mesir hanya akan menjadi sejarah. Jangan ketinggalan anomali terbaru! Ikuti update berita terkini di anomali.id ! Dapatkan informasi terpercaya dan terbaru setiap hari.

One thought on “Mesir Terpaksa Jual Kota Baru Demi Lunasi Hutang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4232508926941629218

Latest News

12848135643216883582
5003596313931723273