Anomali.id – Kematian tragis Rini Mariani, seorang wanita berusia 50 tahun, oleh tangan kekasih gelapnya, Ahmad Arif Ridwan, yang berusia 29 tahun, menjadi bukti nyata akan betapa berbahayanya dampak dari perselingkuhan. Kejadian miris seperti ini telah terjadi berkali-kali dari masa ke masa, mengungkapkan adanya femisida dan ketimpangan gender yang tersembunyi di baliknya.
Pada Januari 2012, Surani (35 tahun), seorang warga Klaten, Jawa Tengah, ditemukan tewas di sebuah kamar hotel di Serang, Banten. Tersangka pembunuhnya, DS (34 tahun), yang sudah memiliki dua istri, mengakui menjalin hubungan selama dua tahun terakhir dengan korban yang juga sudah menikah. Pembunuhan dipicu oleh pertengkaran karena korban menuntut agar tersangka menikahinya, yang saat itu sudah hamil. Kejadian tragis tersebut menggambarkan bagaimana perselingkuhan bisa berujung pada tindakan kekerasan, bahkan pembunuhan.
Kasus lain yang mencoreng kehidupan adalah ketika pada tahun 2004, seorang suami di Gerobakan, Jawa Tengah, membunuh istrinya setelah pertengkaran sengit di rumah mereka. Sujud (54 tahun) tidak dapat mengendalikan diri dan mengambil tindakan brutal dengan menghantam kepala istrinya menggunakan palu. Pembunuhan semacam ini menyoroti betapa bahayanya perselingkuhan dan ketidaksetiaan dalam suatu hubungan.
Kasus terbaru yang mencuri perhatian publik adalah kematian Indriana Dewi Eka Saputri (24 tahun) yang dibunuh oleh pasangan kekasihnya, Devara Putri Prananda (DP) dan Didot Alviansyah (DA), karena cemburu akibat hubungan segitiga. Pelaku bahkan menyewa seorang pembunuh bayaran untuk mengeksekusi korban, menambah kebiadaban dalam tragedi ini.
Bukan hanya perempuan yang menjadi korban, namun laki-laki juga bisa menjadi target dalam kasus perselingkuhan. Seorang ibu rumah tangga di Kalimantan Timur, Rita, membunuh suaminya karena sakit hati diselingkuhi. Dari kasus-kasus ini, jelas terlihat bahwa perselingkuhan bisa membuka pintu pada tindakan kriminal, termasuk pembunuhan.
Sri Sulastri, seorang kriminolog dari Universitas Muhammadiyah Ternate, menekankan bahwa perselingkuhan tidak hanya merusak hubungan rumah tangga, tetapi juga membawa dampak negatif yang lebih luas, bahkan bisa mengancam nyawa. Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Andi Yentriani, menyebut bahwa kasus-kasus seperti ini dapat dikategorikan sebagai femisida, di mana pembunuhan terhadap perempuan didasari oleh kebencian, dendam, atau dominasi gender.
Data dari penelusuran Komnas Perempuan tahun 2023 menunjukkan bahwa sebagian besar kasus pembunuhan terhadap perempuan (67%) adalah kasus femisida intim, yang dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti suami, teman, atau kekasih. Hanya sekitar 4% dari kasus tersebut dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan sebelumnya dengan korban.
Untuk itu, penanganan serius dari pihak kepolisian dan upaya pencegahan yang lebih efektif sangatlah diperlukan. Kasus-kasus seperti ini harus diselidiki secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan terhadap tindak persetubuhan yang dilakukan pelaku terhadap korban. Data tentang kasus pembunuhan perlu dicatat dengan cermat untuk menjadi dasar pengembangan kebijakan pencegahan di masa depan.
Ketika melihat fenomena ini, penting untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya perselingkuhan dan dampaknya yang mengerikan bagi semua pihak yang terlibat. Pendidikan tentang komunikasi yang sehat dalam hubungan, kejujuran, dan penghargaan terhadap pasangan adalah langkah awal yang penting.
Selain itu, dukungan psikologis dan konseling perlu tersedia bagi individu yang terlibat dalam perselingkuhan atau yang menjadi korban dari hubungan tidak sehat. Masyarakat juga perlu didorong untuk menghilangkan stigma terkait masalah hubungan, sehingga orang-orang merasa lebih nyaman untuk mencari bantuan ketika menghadapi konflik dalam hubungan mereka.
Baca juga : Warung Kelontong Madura Semakin Merajalela
Penting juga untuk terus mendorong penguatan hukum yang melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga dan pembunuhan berbasis gender. Hukuman yang tegas dan adil bagi para pelaku adalah langkah penting untuk mencegah tindakan serupa terjadi di masa depan.
Melalui pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan, dukungan psikologis, penguatan hukum, dan peran aktif masyarakat, diharapkan kasus-kasus tragis seperti ini dapat diminimalisir, dan masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang aman dan berkeadilan bagi semua individu, tanpa memandang gender atau status hubungan. Jangan ketinggalan anomali terbaru! Ikuti update berita terkini di anomali.id ! Dapatkan informasi terpercaya dan terbaru setiap hari.
One thought on “Ketika Cinta Segitiga Berujung Tragis”