Anomali.id – Mencari pekerjaan di era saat ini menjadi tantangan yang semakin berat bagi banyak orang, terutama bagi para generasi muda. Apakah benar mencari kerja zaman sekarang semakin susah? Dari analisis data Badan Pusat Statistik (BPS), ternyata ada penurunan signifikan dalam penyerapan tenaga kerja formal selama 15 tahun terakhir. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai hal ini dan apa saja yang menjadi penyebabnya.
Penurunan Penyerapan Tenaga Kerja Formal
Menurut data BPS, jumlah tenaga kerja formal yang terserap pada periode 2009 hingga 2014 mencapai 15,6 juta orang. Namun, angka ini merosot drastis menjadi hanya 8,5 juta pada periode 2014 hingga 2019. Penurunan ini semakin tajam pada lima tahun terakhir, di mana hanya sekitar 2 juta orang yang terserap dalam pekerjaan formal. Penurunan ini memunculkan pertanyaan besar: jika banyak tenaga kerja tidak terserap di sektor formal, ke mana mereka mencari pendapatan?
Peningkatan Sektor Informal
Ternyata, banyak dari mereka beralih ke sektor informal. Data menunjukkan bahwa pada periode 2014 hingga 2019, jumlah pekerja informal meningkat sebanyak 4,9 juta orang. Tren ini berlanjut dengan peningkatan sebesar 8,4 juta orang pada periode 2019 hingga 2024. Pekerja informal ini mencakup pedagang kaki lima, pedagang warung, hingga penjual online.
Ketimpangan Upah
Masalah utama dari peralihan ke sektor informal adalah kesejahteraan. Data BPS 2023 menyebutkan bahwa rata-rata upah pekerja informal hanya Rp1,9 juta per bulan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah pekerja formal yang mencapai Rp3,1 juta per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan informal tidak bisa memberikan kesejahteraan yang setara dengan pekerjaan formal.
Faktor Penyebab Penurunan Pekerjaan Formal
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan pekerjaan formal selama lima tahun terakhir:
- Pandemi Covid-19: Pandemi memberikan dampak besar pada semua sektor, termasuk sektor ketenagakerjaan. Banyak perusahaan yang harus mengurangi jumlah karyawan atau bahkan menutup operasional mereka.
- Rendahnya Daya Tarik Investasi: Rendahnya daya tarik investasi ke Indonesia juga menjadi penyebab utama. Pada akhir 2019, Presiden Jokowi pernah menyatakan bahwa ada 33 perusahaan yang pindah dari Cina ke Asia Tenggara, namun tidak satu pun yang memilih Indonesia. Sebagian besar memilih Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Kamboja.
- Industri Padat Modal: Investasi yang masuk ke Indonesia pada tahun-tahun terakhir lebih banyak mengarah ke industri padat modal, yang tidak menyediakan lapangan kerja semasif industri padat karya. Industri padat modal lebih banyak membutuhkan tenaga kerja berketerampilan tinggi, yang sayangnya masih sedikit tersedia di Indonesia.
Keterampilan dan Pendidikan
Salah satu alasan mengapa banyak industri padat modal tidak bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari dalam negeri adalah karena mayoritas tenaga kerja Indonesia hanya memiliki pendidikan tertinggi setingkat SMP. Kondisi ini menunjukkan perlunya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan yang lebih baik agar tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dan memenuhi kebutuhan industri yang berkembang.
Menyikapi Tantangan Ini
Melihat kondisi ini, kita memang perlu mengakui bahwa mencari pekerjaan saat ini semakin sulit. Namun, ini bukan berarti tidak ada harapan. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk meningkatkan investasi di sektor-sektor yang padat karya serta meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja. Program-program pelatihan keterampilan harus diperluas dan disesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini.
Selain itu, para pencari kerja juga perlu lebih fleksibel dan adaptif. Mengembangkan keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, seperti keterampilan digital dan teknologi, dapat menjadi kunci untuk meningkatkan peluang kerja. Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan pasar juga sangat penting di era digital ini.
Jadi, apakah mencari pekerjaan semakin sulit di zaman sekarang? Data dan kondisi yang ada memang menunjukkan tantangan yang semakin besar. Namun, dengan upaya bersama untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja yang lebih inklusif, kita bisa berharap bahwa tantangan ini dapat diatasi. Bagaimana menurut Sobat Anomalist? Yuk, tulis komentar kamu dan mari kita diskusikan lebih lanjut!